Halaman

Sumber GULA baru

Secara umum, kondisi pergulaan nasional, paling tidak, memiliki tiga persoalan utama. Pertama, rendahnya harga beli gula bagi produksi petani karena rendahnya harga gula dipasaran dunia. Kedua, rendahnya produktivitas pabrik gula dan banyak yang tidak efisien. Ketiga, perkembangan industri gula nasional terus merosot. Produksi gula di Indonesia mengalami penurunan pertahunnya sebesar 2,14% atau 44.328,695 ton. Sedangkan perkembangan konsumsi gula di Indonesia meningkat dari tahun 1991/1992 sampai tahun 2000/2001 sebesar 2,03% atau 61.186 ton. Kedua faktor tersebut memicu kenaikkan trend impor gula di Indonesia per tahunnya sebesar 11,94% atau 116.535,839 ton.

Sumber utama gula di Indonesia saat ini adalah tebu (Saccharum officinale) yang sekarang produktivitasnya menurun disebabkan oleh perubahan iklim di Indonesia yang tidak menentu. Jika hanya mengandalkan produksi gula dari tebu, penurunan produksi gula akan terus turun dan impor gula akan terus meningkat. Maka dari itu, diperlukan sumber produksi gula selain tebu yang dapat menjawab tantangan masalah perikliman dan situasi produksi industri yang ada di Indonesia saat ini.

Caryota mitis Lour. (fish-tail palm) memiliki kandungan sukrosa yang sangat tinggi pada air bunganya, yaitu sebesar 83,5 %. Karena hanya memanfaatkan bunganya saja, Caryota mitis dapat dikelola sebagai tanaman perkebunan, seperti halnya kelapa sawit, yang dapat dipanen terus-menerus selama waktu reproduktif pohon tersebut. Hipotesis kami adalah air bunga (nira) pada Caryota mitis Lour. dapat digunakan sebagai sumber gula alternatif pengganti tebu.

Proses untuk mendapatkan sukrosa murni dari air bunga pohon tersebut dapat dilakukan melalui proses ekstraksi air bunga, pengendapan kotoran, pemurnian air gula & pemisahan dari kandungan senyawa lainnya, kristalisasi dan dilakukan penyimpanan untuk selanjutnya diproses menjadi kristal gula murni.

Keberhasilan introduksi sumber gula yang satu ini akan menjadi wacana baru dalam perkembangan bio-industri skala nasional sekaligus menjawab tantangan kebutuhan salah satu komoditas pangan terpenting baik di Indonesia maupun dunia.

Sumber: http://www.forumsains.com

KECEPATAN CAHAYA.

Mungkin kita pernah tahu bahwa konstanta C, atau kecepatan cahaya yaitu kecepatan tercepat di jagat raya yang telah diukur, dihitung atau ditentukan oleh berbagai institusi berikut:

• US National Bureau of Standards
C = 299792.4574 + 0.0011 km/det
• The British National Physical Laboratory
C = 299792.4590 + 0.0008 km/det
• Konferensi ke-17 tentang Penetapan Ukuran dan Berat Standar
”Satu meter adalah jarak tempuh cahaya dalam ruang vacum selama jangka waktu 1/299792458 detik”.

Tapi kita sebagai seorang muslim seharusnya lebih tahu dan yakin bahwa konstanta C bisa dihitung/ditentukan secara tepat menggunakan informasi dari kitab suci yang diturunkan 14 abad silam yaitu Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi ilmiah dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di abad modern ini. Penemu hitungan ini adalah seorang ahli Fisika dari Mesir bernama DR. Mansour Hassab El-Naby.

Dalam Al-Qur’an dinyatakan :
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak[669]. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui.” [QS. Yusuf (10) : 5]

[669] Maksudnya: Allah menjadikan semua yang disebutkan itu bukanlah dengan percuma, melainkan dengan penuh hikmah.

“dan Dialah yang Telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” [QS. Al-Ambiya’(21) : 33]

“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, Kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” [QS. As Sajdah (32): 5]

Berdasarkan ayat-ayat tersebut diatas, terutama ayat yang terakhir (ayat 32:5) dapat disimpulkan bahwa jarak yang dicapai Sang urusan selama satu hari sama dengan jarak yang ditempuh bulan selama 1000 tahun atau 12000 bulan.
C.t = 12000.L
Dimana: C = Kecepatan Sang urusan, t = waktu dalam 1 hari, dan L = panjang rute edar bulan selama 1 bulan.

Berbagai sistem kalender telah diuji, namun “Sistem kalender bulan sidereal”menghasilkan nilai C yang persis sama dengan nilai C yang sudah diketahui melalui pengukuran.

Ada dua macam sistem kalender bulan:
1. Sistem Synodik, didasarkan atas penampakan semu gerak bulan dan matahari dari bumi, yaitu 1 hari = 24 jam dan 1 bulan = 29.53059 hari
2. Sistem Sidereal, didasarkan atas pergerakan relatif bulan dan matahari terhadap bintang dan alam semesta, yaitu 1 hari = 24 jam 56 menit 4.0609 detik = 86164.0906 detik dan 1 bulan = 27.321661 hari.

Sebuah catatan tentang kecepatan bulan (v). Ada dua tipe kecepatan bulan:
1. Kecepatan relatif terhadap bumi yang bisa dihitung dengan rumus berikut Ve = 2 π R / T dimana R = jari-jari revolusi bulan = 384264 km. T = periode revolusi bulan = 655.71986 jam. Jadi Ve = 2 x 3.14162 x 384264 km / 655.71986 jam = 3682.07 km/jam
2. Kecepatan relatif terhadap bintang atau alam semesta. Einstein mengusulkan bahwa kecepatan jenis kedua ini dihitung dengan mengalikan yang pertama dengan cosinus α, sehingga: v = Ve . Coz α, dimana α adalah sudut yang dibentuk oleh revolusi bumi selama 1 bula sideral α = 26.92848o

Jadi:
C . t = 12000 . L
C . t = 12000 . v . T
C . t = 12000 . (Ve . Cos α) . T

Keterangan:
L = v . T dan v = Ve . Cos α
Ve = 3682.07 km/jam
Α =26.92848o
T = 655.71986 jam
T = 86164.0906 s

C = 12000 . Ve . Cos α . T / t
C =12000 x 3682.07 km/jam x 0.89157 x 655.71986 jam x 86164.0906 detik
C = 299792.5 km/detik

Bandingkan C (kecepatan sang urusan) hasil pengukuran dengan nilai C (kecepatan cahaya) yang sudah diketahui!

Nilai hasil C hasil perhitungan: C = 299792.5 km/detik
Nilai C hasil pengukuran:
• US National Bureau of Standards
C = 299792.4574 + 0.0011 km/detik
• The British National Physical Laboratory
C = 299792.4590 + 0.0008 km/detik
• Konferensi ke-17 tentang Penetapan Ukuran dan Berat Standar
”Satu meter adalah jarak tempuh cahaya dalam ruang vacum selama jangka waktu 1/299792458 detik”.

KESIMPULAN:
(dari Artikel Prof. El-Naby)

“Perhitungan ini membuktikan keakuratan dan konsistensi nilai konstanta C hasil pengukuran selama ini dan juga menunjukkan kebenaran Al-Qur’anul karim sebagai wahyu yang patut dipelajari dengan analisis yang tajam karena penulisnya adalah Sang Pencipta alam semesta”.

Bismillahirrahmanirrahim...

“1.) Alif laam miim 2.) Turunnya Al-Quran yang tidak ada keraguan di dalamnya, (adalah) dari Tuhan semesta alam. 3.) Tetapi Mengapa mereka (orang kafir) mengatakan: "Dia Muhammad mengada-adakannya." Sebenarnya Al-Quran itu adalah kebenaran dari Rabbmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu; Mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk. 4.) Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? 5.) Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, Kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu”

Referensi:
• Elnaby, M.H., 1990, A New Astronomical Quranic Method for the Determination of The Gratest Speed C
http://www.islamicity.org/Science/960703A.HTM
• Fix, John D. 1995, Astronom, journey of the Cosmic Frontier 1st edition, Mosby-Year Book, Inc., St Louis, Missouri
• The Holy Quran online, http://islam.org/mosque/quran.htm

Misteri Bilangan Nol

Ratusan tahun yang lalu, manusia hanya mengenal 9 lambang bilangan yakni 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Kemudian, datang angka 0, sehingga jumlah lambang bilangan menjadi 10 buah. Tidak diketahui siapa pencipta bilangan 0, bukti sejarah hanya memperlihatkan bahwa bilangan 0 ditemukan pertama kali dalam zaman Mesir kuno. Waktu itu bilangan nol hanya sebagai lambang. Dalam zaman modern, angka nol digunakan tidak saja sebagai lambang, tetapi juga sebagai bilangan yang turut serta dalam operasi matematika. Kini, penggunaan bilangan nol telah menyusup jauh ke dalam sendi kehidupan manusia. Sistem berhitung tidak mungkin lagi mengabaikan kehadiran bilangan nol, sekalipun bilangan nol itu membuat kekacauan logika. Mari kita lihat.

Nol, penyebab komputer macet.
Pelajaran tentang bilangan nol, dari sejak zaman dahulu sampai sekarang selalu menimbulkan kebingungan bagi para pelajar dan mahasiswa, bahkan masyarakat pengguna. Mengapa? Bukankah bilangan nol itu mewakili sesuatu yang tidak ada dan yang tidak ada itu ada, yakni nol. Siapa yang tidak bingung? Tiap kali bilangan nol muncul dalam pelajaran Matematika selalu ada ide yang aneh. Seperti ide jika sesuatu yang ada dikalikan dengan 0 maka menjadi tidak ada. Mungkinkah 5*0 menjadi tidak ada? (* adalah perkalian). Ide ini membuat orang frustrasi. Apakah nol ahli sulap?
Lebih parah lagi-tentu menambah bingung-mengapa 5+0=5 dan 5*0=5 juga? Memang demikian aturannya, karena nol dalam perkalian merupakan bilangan identitas yang sama dengan 1. Jadi 5*0=5*1. Tetapi, benar juga bahwa 5*0=0. Waw. Bagaimana dengan 5o=1, tetapi 50o=1 juga? Ya, sudahlah. Aturan lain tentang nol yang juga misterius adalah bahwa suatu bilangan jika dibagi nol tidak didefinisikan. Maksudnya, bilangan berapa pun yang tidak bisa dibagi dengan nol. Komputer yang canggih bagaimana pun akan mati mendadak jika tiba-tiba bertemu dengan pembagi angka nol. Komputer memang diperintahkan berhenti berpikir jika bertemu sang divisor nol.


Bilangan nol: tunawisma.
Bilangan disusun berdasarkan hierarki menurut satu garis lurus. Pada titik awal adalah bilangan nol, kemudian bilangan 1, 2, dan seterusnya. Bilangan yang lebih besar di sebelah kanan dan bilangan yang lebih kecil di sebelah kiri. Semakin jauh ke kanan akan semakin besar bilangan itu. Berdasarkan derajat hierarki (dan birokrasi bilangan), seseorang jika berjalan dari titik 0 terus-menerus menuju angka yang lebih besar ke kanan akan sampai pada bilangan yang tidak terhingga. Tetapi, mungkin juga orang itu sampai pada titik 0 kembali. Bukankah dunia ini bulat? Mungkinkah? Bukankah Columbus mengatakan bahwa kalau ia berlayar terus-menerus ia akan sampai kembali ke Eropa?
Lain lagi. Jika seseorang berangkat dari nol, ia tidak mungkin sampai ke bilangan 4 tanpa melewati terlebih dahulu bilangan 1, 2, dan 3. Tetapi, yang lebih aneh adalah pertanyaan mungkinkan seseorang bisa berangkat dari titik nol? Jelas tidak bisa, karena bukankah titik nol sesuatu titik yang tidak ada? Aneh dan sulit dipercaya? Mari kita lihat lebih jauh.
Jika di antara dua bilangan atau antara dua buah titik terdapat sebuah ruas. Setiap bilangan mempunyai sebuah ruas. Jika ruas ini dipotong-potong kemudian titik lingkaran hitam dipindahkan ke tengah-tengah ruas, ternyata bilangan 0 tidak mempunyai ruas. Jadi, bilangan nol berada di awang-awang. Bilangan nol tidak mempunyai tempat tinggal alias tunawisma. Itulah sebabnya, mengapa bilangan nol harus menempel pada bilangan lain, misalnya, pada angka 1 membentuk bilangan 10, 100, 109, 10.403 dan sebagainya. Jadi, seseorang tidak pernah bisa berangkat dari angka nol menuju angka 4. Kita harus berangkat dari angka 1.

Mudah, tetapi salah.
Guru meminta Ani menggambarkan sebuah garis geometrik dari persamaan 3x+7y = 25. Ani berpikir bahwa untuk mendapatkan garis itu diperlukan dua buah titik dari ujung ke ujung. Tetapi, setelah berhitung-hitung, ternyata cuma ada satu titik yang dilewati garis itu, yakni titik A(6, 1), untuk x=6 dan y=1. Sehingga Ani tidak bisa membuat garis itu. Sang guru mengingatkan supaya menggunakan bilangan nol. Ya, itulah jalan keluarnya. Pertama, berikan y=0 diperoleh x=(25-0)/3=8 (dibulatkan), merupakan titik pertama, B(8,0). Selanjutnya berikan x=0 diperoleh y=(25-3.0)/7=4 (dibulatkan), merupakan titik kedua C(0,4). Garis BC, adalah garis yang dicari. Namun, betapa kecewanya sang guru, karena garis itu tidak melalui titik A. Jadi, garis BC itu salah.
Ani membela diri bahwa kesalahan itu sangat kecil dan bisa diabaikan. Guru menyatakan bahwa bukan kecil besarnya kesalahan, tetapi manakah yang benar? Bukankah garis BC itu dapat dibuat melalui titik A? Kata guru, gunakan bilangan nol dengan cara yang benar. Bagaimana kita harus membantu Ani membuat garis yang benar itu? Mudah, kata konsultan Matematika. Mula-mula nilai 25 dalam 3x+7y harus diganti dengan hasil perkalian 3 dan 7 sehingga diperoleh 3x+7y=21.
Selanjutnya, dalam persamaan yang baru, berikan y=0 diperoleh x=21/3=7 (tanpa pembulatan) itulah titik pertama P(6,1). Kemudian berikan nilai x=0 diperoleh y=21/7 = 3 (tanpa pembulatan), itulah titik kedua Q(0, 3). Garis PQ adalah garis yang sejajar dengan garis yang dicari, yakni 3x+7y=25. Melalui titik A tarik garis sejajar dengan PQ diperoleh garis P1Q1. Nah, begitulah. Sang murid telah menemukan garis yang benar berkat bantuan bilangan nol.
Akan tetapi, sang guru masih sangat kecewa karena sebenarnya tidak ada satu garis pun yang benar. Bukankah dalam persamaan 3x1+7x2=25 hanya ada satu titik penyelesaian yakni titik A, yang berarti persamaan 3x1+7x2 itu hanya berbentuk sebuah titik? Bahkan pada persamaan 3x1+7x2=21 tidak ada sebuah titik pun yang berada dalam garis PQ. Oleh karena itu, garis PQ dalam sistem bilangan bulat, sebenarnya tidak ada. Aneh, bilangan nol telah menipu kita. Begitulah kenyataannya, sebuah persamaan tidak selalu berbentuk sebuah garis.

Bergerak, tetapi diam.
Bilangan tidak hanya terdiri atas bilangan bulat, tetapi juga ada bilangan desimal antara lain dari 0,1; 0,01; 0,001; dan seterusnya sekuat-kuat kita bisa menyebutnya sampai sedemikian kecilnya. Karena sangat kecil tidak bisa lagi disebut atau tidak terhingga dan pada akhirnya dianggap nol saja. Tetapi, ide ini ternyata sempat membingungkan karena jika bilangan tidak terhingga kecilnya dianggap nol maka berarti nol adalah bilangan terkecil? Padahal, nol mewakili sesuatu yang tidak ada? Waw. Begitulah.
Berdasarkan konsep bilangan desimal dan kontinu, maka garis bilangan yang kita pakai ternyata tidak sesederhana itu karena antara dua bilangan selalu ada bilangan ke tiga. Jika seseorang melompat dari bilangan 1 ke bilangan 2, tetapi dengan syarat harus melompati terlebih dahulu ke bilangan desimal yang terdekat, bisakah? Berapakah bilangan desimal terdekat sebelum sampai ke bilangan 2? Bisa saja angka 1/2. Tetapi, anda tidak boleh melompati ke angka 1/2 karena masih ada bilangan yang lebih kecil, yakni 1/4. Seterusnya selalu ada bilangan yang lebih dekat... yakni 0,1 lalu ada 0,01, 0,001, ..., 0,000001. demikian seterusnya, sehingga pada akhirnya bilangan yang paling dekat dengan angka 1 adalah bilangan yang demikian kecilnya sehingga dianggap saja nol. Karena bilangan terdekat adalah nol alias tidak ada, maka Anda tidak pernah bisa melompat ke bilangan 2?

Disadur dari: http://www.duniaesai.com/sains/sains16.htm

Misteri Bilangan Lubang Hitam.

Dalam astronomi dan fisika, kita mengenal adanya suatu fenomena alam yang sangat menarik yaitu lubang hitam (black hole). Lubang hitam adalah suatu entitas yang memiliki medan gravitasi yang sangat kuat sehingga setiap benda yang telah jatuh di wilayah horizon peristiwa (daerah di sekitar inti lubang hitam), tidak akan bisa kabur lagi. Bahkan radiasi elektromagnetik seperti cahaya pun tidak dapat melarikan diri, akibatnya lubang hitam menjadi "tidak kelihatan".

Ternyata, dalam matematika juga ada fenomena unik yang mirip dengan fenomena lubang hitam yaitu bilangan lubang hitam. Bagaimana sebenarnya bilangan lubang hitam itu? Mari kita bermain-main sebentar dengan angka.

Coba pilih sesuka hati Anda sebuah bilangan asli (bilangan mulai dari 1 sampai tak hingga). Sebagai contoh, katakanlah 141.985. Kemudian hitunglah jumlah digit genap, digit ganjil, dan total digit bilangan tersebut. Dalam kasus ini, kita dapatkan 2 (dua buah digit genap), 4 (empat buah digit ganjil), dan 6 (enam adalah jumlah total digit). Lalu gunakan digit-digit ini (2, 4, dan 6) untuk membentuk bilangan berikutnya, yaitu 246.

Ulangi hitung jumlah digit genap, digit ganjil, dan total digit pada bilangan 246 ini. Kita dapatkan 3 (digit genap), 0 (digit ganjil), dan 3 (jumlah total digit), sehingga kita peroleh 303. Ulangi lagi hitung jumlah digit genap, ganjil, dan total digit pada bilangan 303. (Catatan: 0 adalah bilangan genap). Kita dapatkan 1, 2, 3 yang dapat dituliskan 123.

Jika kita mengulangi langkah di atas terhadap bilangan 123, kita akan dapatkan 123 lagi. Dengan demikian, bilangan 123 melalui proses ini adalah lubang hitam bagi seluruh bilangan lainnya. Semua bilangan di alam semesta akan ditarik menjadi bilangan 123 melalui proses ini, tak satu pun yang akan lolos.

Tapi benarkah semua bilangan akan menjadi 123? Sekarang mari kita coba suatu bilangan yang bernilai sangat besar, sebagai contoh katakanlah 122333444455555666666777777788888888999999999. Jumlah digit genap, ganjil, dan total adalah 20, 25, dan 45. Jadi, bilangan berikutnya adalah 202.545. Lakukan lagi iterasi (pengulangan), kita peroleh 4, 2, dan 6; jadi sekarang kita peroleh 426. Iterasi sekali lagi terhadap 426 akan menghasilkan 303 dan iterasi terakhir dari 303 akan diperoleh 123. Sampai pada titik ini, iterasi berapa kali pun terhadap 123 akan tetap diperoleh 123 lagi. Dengan demikian, 123 adalah titik absolut sang lubang hitam dalam dunia bilangan.

Namun, apakah mungkin saja ada suatu bilangan, terselip di antara rimba raya alam semesta bilangan yang jumlahnya tak terhingga ini, yang dapat lolos dari jeratan maut sang bilangan lubang hitam, sang 123 yang misterius ini???
Silahkan berimajinasi…

by: www.forumsains.com

Mencintai-Mu dengan Istimewa..

Aku ingin mencintai-Mu dengan istimewa..
seperti Listrik
tidak terlihat namun kehadiran-nya
dapat dirasa..

Aku ingin mencintai-Mu dengan istimewa..
seperti Udara
tidak nampak namun kesejukan-nya
dapat dirasa..

Aku ingin mencintai-Mu dengan istimewa..
seperti Cahaya
tak kasat mata namun kehangatan-nya
dapat dirasa..